Selasa, 18 November 2008

Manusia Aneh Itu Bernama Mahar

Perjuangan menonton film Laskar Pelangi *@ Tini: capek banget ya, Tin?* rasanya terbayar tunai dengan betapa berkualitasnya film ini. Walaupun banyak bagian yang tidak divisualisasikan di film, namun secara keseluruhan sudah mewakili pesan moral yang ingin disampaikan oleh sang penulis novelnya, Andrea Hirata. Menurut saya, yang membedakan film ini dari novelnya adalah kita jadi bisa mendengar dialek khas orang melayu nan indah itu. Selain itu, panorama pulau belitong yang memesona dengan pantai pasir putih dan bebatuan yang banyak dan super besar menambah keelokan film ini. Salut buat Riri Riza dan Mira Lesmana. Namun kali ini saya tidak membahas detail film ini, namun hanya pada salah satu tokohnya yang mencuri perhatian banyak orang.

Bagi yang sudah menonton film Laskar Pelangi, pasti pada ngefans mendadak dengan tokoh bernama Mahar *hayoo, ngakuu*. Wajahnya yang rupawan *cek ilee, ini cuma kata novel loh*, bakat seni yang luar biasa, serta pembawaan yang selengean dengan radio butut dan batere karatannya, membuat Mahar menjadi pusat perhatian film selain Bu Muslimah, Ikal, dan Lintang.


Dialog yang saya ingat dari Mahar..
“musik jazz, boooy, mu-sik-jazz! *sambil menyodorkan radio bututnya ke telinga Ikal* Musiknya orang-orang pintar...*melihat tampang Ikal yang bingung* ahh, ndak ngerti kau!” trus melengos pergi. Ikal yang terheran-heran lalu membuat tanda miring di keningnya seakan bilang “sinting kau Mahar”..hwehehehe.

Belum lagi beberapa scene yang lucu-lucu bin gokil seperti saat Mahar cari inspirasi untuk pertunjukan karnaval 17an mewakili sekolahnya. Joget-joget sendiri di tengah lapangan, mukul-mukul alat musik tabla, naek sepeda sambil ngelamun, naik ke atas pohon, sampai-sampai untuk minum pun harus dibawakan temannya. Atau waktu Mahar kemana-mana bawa radio bututnya, menjemur batere karatan supaya bisa dipake lagi *nggak ngerti knp batere kalo dijemur bisa hidup lagi? Ada yang tau? Pelajaran sekolah, lupa euy*. Atau waktu Mahar en de gank pergi ke dukun Tuk Bayan Tula supaya bisa lulus ujian. Akhirnya sebuah kertas pemberian sang dukun, hasil usaha mereka mempertaruhkan nyawa di tengah badai lautan saat menyeberang ke Pulau Lanun hanya bertuliskan “kalau ingin berhasil, usaha..kalau ingin pintar, belajar...” hehehe, untuk kali ini saya berada di pihak dukun.

Temen-temen kampus aja pada bilang ginih,,,
“waa, yang jadi Mahar cakep ya?” wedew..
”eh, yang jadi Mahar nama aslinya sapa, May?” Veris neng.
”May, lagunya yang dinyanyiin Mahar, yang Bunga Seroja itu, gimana awalnya?” walaah, masa saya disuruh nyanyi? Ya udah, saya cuma bilang “itu loh,,,mari menyusun seroja bunga seroja..” tanpa nada tentu saja.

Meskipun demikian dipuja di film, ternyata dalam novel sendiri Mahar diceritakan sebagai anak yang agak aneh. Mahar adalah sesosok anak dengan kejeniusan 180 derajat berbeda sama sekali dengan Lintang. Jika lintang mempunyai otak kiri super, maka otak kanan super adalah milik Mahar.

“Mahar memiliki hampir setiap aspek kecerdasan seni yang tersimpan seperti persediaan amunisi kreativitas dalam lokus-lokus di kepalanya. Kapasitas estetika yang tinggi melahirkannya sebagai seniman serba bisa. Ia seorang pelantun gurindam, sutradara teater, penulis yang berbakat, pelukis natural, koreografer, penyanyi, pendongeng yang ulung, dan pemain sitar yang fenomenal. Mahar sangat imajinatif dan tak logis – seorang dengan bakat seni yang sangat besar. Sesuatu yang berasal dari Mahar selalu menerbitkan inspirasi, aneh, lucu, janggal, ganjil, dan menggoda keyakinan. Namun karena otak kanannya benar-benar aktif maka ia menjadi penghayal luar biasa. Di sisi lain ia adalah magnet, simply irresistable! (=sangat menarik!)” – itu adalah salah satu kutipan di novel, yang sepertinya sudah menggambarkan definisi Mahar secara keseluruhan.

Sayangnya manusia yang memiliki kejeniusan dalam hal yang berbeda ini justru sering dianggap manusia aneh, pembual, tukang khayal yang tidak dapat membedakan mana realitas, mana lamunan. Beberapa karya besar Mahar bahkan mendapat cemoohan. Kenyataannya mereka belum bisa menjangkau pesan abstrak yang ingin disampaikannya. Pada akhirnya, orang-orang seperti Mahar sering berakhir pada keterkucilan. Manusia aneh lah, kurang waras lah. Masyarakat tidak berusaha memahami dan memaklumi bahwa setiap orang pasti memiliki bakat tersendiri yang menjadikannya khas dan istimewa.. bisa saja pengamen pinggir jalan menyimpan bakat seorang ilmuwan, atau supir truk pasir besi ternyata mempunyai bakat untuk menjadi sastrawan. Mereka saja yang belum bisa menemukannya. Tul gak?

“Bakat laksana Area 51 di Gurun Nevada, tempat di mana mayat-mayat alien disembunyikan: misterius! Jika setiap orang tahu dengan pasti apa bakatnya maka itu adalah utopia. Sayangnya utopia tidak ada dalam dunia nyata. Seringkali ia harus ditemukan. Pelajaran moral nomer empat: ternyata nasib yang juga sangat misterius itu adalah seorang pemandu bakat! =D”

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. kaa maii klo batre di jemur ituuh gunanya bwt menarik sisa2 elektron yg tertinggal di batre jdinya bisa nyala deh *tau deh bener apa kagak* . ciee blog baruuu slamattt iiaaa aku promosiinn biar byk yg datengg

    BalasHapus
  3. iyah2, kagak ngarti saya tentang fisika2an..

    hoo, maturtengkyu very muchhh neng geuliiiisss ^^ hehehe

    BalasHapus

.