Senin, 16 Mei 2011

Hak Privat versus Area Publik



gambar diambil dari: madvilletimes.blogspot.com

Prihatin deh ngeliat beberapa oknum yang ngetwit gambar-gambar/akun twitter bintang/situs porno tanpa merasa malu. Padahal ya, mereka tau kalau followernya sebagian besar adalah anak-anak dan remaja. Suka pengen negur tapi aku bukan polisi dunia maya. Seandainya saja nama Maya bisa dipakai untuk menegur orang yang melakukan pelanggaran di dunia maya, wah udah dari dulu aku lakuin.

Bukannya belum pernah mencoba. Aku udah sering mengingatkan bahwa mereka itu sedang berada di area publik. Emang sih itu twitter adalah twitter pribadi mereka. Tapi mereka ngga menyeleksi siapa saja yang men-follow mereka. Dengan kata lain semua umur, siapa saja, bisa membaca twit-twit mereka yang seringkali menurut aku harus disensor.

Jawaban yang mereka lontarkan biasanya seperti ini:

“eh serah gue ye, ini kan twitter gue, suka-suka gue lah mau ngetwit apaan!!”

“loh ini kan hak asasi. Twitter twitter gue yang buat, urusan lo apa? kalo ngga suka, UNFOLLOW AJA REPOT AMAT!”

Haha, sekarang aku tanya, hak asasi menurut siapa? Menurut Codex? FDA? United Nation? Amnesty International? Green Peace? Al Qaeda? atau menurut densus 88?? Parah. Setau aku ya, kita memang punya hak privat, tapi hak privat tersebut juga dibatasi kali.. oleh apa? Ya area publik lah. Jadi, kalo kalian (dan juga mereka) ingin nge-twit yang tidak merugikan pihak lain dan merusak generasi penerus bangsa, membuat otak mereka tumpul dan tidak memiliki cita-cita dan motivasi lain selain melihat “blue film”, atau “blue picture”, atau “blue audio”, maka buatlah akun twitter pribadi yang di Lock, dan pilihah follower yang mencantumkan umur mereka di atas batas usia dewasa yang berlaku di Negara kita (yang katanya mereka cintai) ini, atau sekalian aja tidak usah men-follow siapa pun.

Mungkin masalah akan selesai ketika aku mengunfollow mereka, tapi ibarat kata “lots age come lots responsibility”, seiring bertambahnya usia, bertambah pula tanggung jawab kita. Aku cuma ingin jadi orang yang ngga hanya diem aja. Setidaknya aku udah melakukan suatu aksi dengan menulis artikel ini. Maka jadilah seseorang yang bertanggung jawab atas nasib generasi penerus bangsa kita yang katanya sangat kita cintai ini. Ah. Katanya cinta Indonesia? duh ternyata cintanya sama diri sendiri. Jadi.. jangan egois.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.