Minggu, 02 Agustus 2009

Saya yang Aneh

Sudah seminggu lebih saya menjadi orang yang berbeda dari yang selama ini teman-teman dan keluarga biasa mengenal saya. Mungkin sebagian dari mereka berpikir bahwa saya semakin aneh, semakin diam, semakin serem, semakin jutek, semakin yang jelek-jelek deh. Yah, mereka nggak paham apa yang sebenarnya terjadi. Jadi sebenarnya ini semua bukan salah mereka.

Tapi tetap saja ada yang merasa bersalah sehingga terus-menerus minta maaf. Sedangkan sebagian yang lain bersikap apatis, oportunis, bahkan ada yang cenderung antagonis dengan terus-menerus memarahi saya, menasehati harus begini, harus begitu. Terkadang menyuruh-nyuruh di saat saya punya kepentingan sendiri. Sungguh situasi yang sangat saya benci. Tentu saja saya memilih untuk tetap diam, dan terpaksa menurut, dan beberapa orang yang keheranan juga memilih untuk menyimpan prasangkanya. Entah baik, entah buruk.

Jangankan mereka, saya sendiri heran kok. Di satu saat, tiba-tiba saja mata saya sangat basah tergenang seakan mau tumpah, dan detik berikutnya mata itu kembali kering. Perginya sama cepat dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Namun pada saat yang lain, saya bisa berurai air mata dan rasanya ingin terus menangis, tanpa ada keinginan untuk berhenti. Agaknya mata saya adalah slang pancuran yang lupa ditutup oleh pemiliknya.

Saya jarang menangis, paling tidak 1 bulan sekali saya menangis. Tapi kali ini tepat setiap hari selalu saja menangis, bisa 3 atau empat kali sehari bahkan lebih. Untuk kali ini saya mengakui bahwa perempuan lebih menggunakan perasaan daripada logika, itu memang benar. Sekuat apapun saya mencoba untuk menahannya, hal itu hanya akan menjadikan saya tampak kosong, selalu melamun, seperti mayat hidup. Namun tampilan itu akan berubah drastis seperti orang yang flu berat, hidung merah mata berair, manakala penyakit slang pancuran tadi menyerang.

Sendiri. Kata yang sangat tepat menggambarkan isi hati saya saat ini. Mungkin saya merasa sendirian. Tapi saya tak terbiasa berbagi dengan teman. Bukannya saya tak punya teman. Hanya saja saya tak terbiasa didengar. Biasanya saya menjadi pendengar, entah itu pendengar yang baik atau buruk, tapi saya berusaha mengalah jika teman saya mulai bercerita. Sedangkan saya sendiri, tetap diam tak bercerita apapun karena hal itu hanya akan membuat saya semakin mengasihani diri saya sendiri. Dan saya tidak suka itu.

Terakhir, saya masih ingat jelas pernah mengatakan bahwa kesabaran itu ada pada pukulan yang pertama. Seolah-olah kata-kata itu menuntut pertanggungjawaban sepenuhnya dari saya.

1 komentar:

  1. gak tau ada apa nih. tp akhir2 ini emang aneh....

    kalo mo sharing, ayo aja lhohhhh.... (aku juga pernah benar2 down)

    BalasHapus

.